Header Ads

Cerita UNICEF Indonesia: Semua Anak Mempunyai Hak Asuh Sebaik Mungkin

Cerita UNICEF Indonesia: Semua Anak Mempunyai Hak Asuh Sebaik Mungkin - Ini adalah sebuah kisah yang dituturkan oleh teman remaja saya “dalam cerita”. Usianya baru 14 tahun ketika ia dinikahkan oleh orang tuanya. Ia tidak ditanya apakah ia mau. Semua berjalan begitu cepat. Tampak sebuah pesta besar digelar, banyak tamu datang. Itu pertama kali ia bertemu suaminya, yang jauh lebih tua dari nya. Itu juga kali pertama ia membuka bajunya di hadapan seorang lelaki dan membiarkan lelaki itu menyentuh tubuhnya. Saya kira usiamu 16 tahun, kata suaminya, sebab begitulah orang tuamu memberitahuku. Berhentilah menangis.



Seminggu kemudian, orang tua teman saya mengeluarkan dia dari sekolah. Teman saya ingin tetap sekolah dan tak ingin kehilangan teman-temannya. Tapi orang tuanya bersikukuh. Sekarang kamu harus fokus pada suamimu dan membangun keluarga baru. Ini untuk kebaikan dirimu sendiri, kata mereka. Kamu selalu bisa mencari teman-teman baru dan kembali ke sekolah suatu hari. Tapi tidak ada yang akan melindungimu seperti perkawinan.

Teman saya tidak paham apa-apa tentang kehamilan. Ketika haidnya telat, ia tak tahu ia hamil. Ia mulai sering sakit kepala dan visinya mulai buram. Lalu ia mulai mengalami nyeri di bagian perut. Pada saat yang sama, suaminya mulai sering pulang malam. Setiap kali ia bertanya pada suaminya ia di mana, suaminya berang. Kadang teman saya dipukul.

Dalam fase kedua kehamilannya, teman saya mengidap pra-eclampsia. Anak perempuannya lahir tiga minggu lebih dini. Kondisi anak itu lemah, beratnya jauh di bawah rata-rata. Tak lama kemudian, suami teman saya kembali menghilang—kali ini untuk hidup dengan istri keduanya. 

Beberapa bulan kemudian, ayah teman saya wafat. Ibunya begitu patah hari, tak lama kemudian ia jatuh sakit. Teman saya tak saja harus mengurus anaknya yang masih kecil seorang diri, ia tambah harus mengurus ibunya pula. Ketika itu ia bahkan belum 16 tahun, dan ia tak punya waktu atau punya cukup ketrampilan untuk mencari pekerjaan dengan gaji yang memadai. Suatu hari seorang duda yang mengasihani dia melamarnya.

Untuk beberapa saat, hidup mulai membaik bagi teman saya. Suami keduanya orang berada. Teman saya sempat mendaftar kembali ke sekolah, walaupun tak diterima. Menurut sekolah itu, ia 'panutan negatif' karena sudah menikah.

Tak lama kemudian, gara-gara sebuah proyek bisnis yang gagal, suami teman saya kehilangan seluruh hartanya. Ia tinggal di rumah, tapi tak sudi bekerja. Teman saya terpaksa bekerja di dua tempat—keduanya pekerjaan kasar—untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Ia mulai sakit-sakitan.

Tahun lalu ia divonis mengidap kanker. Ketika pemerintah Indonesia melarang pernikahan dini baru-baru ini, ia telah tiada. Usianya 22. 

Cerita yang dilansir dari penulis Unicef Indonesia: Refleksi dari KHA pasal 18, yang menceritakan tentang pernikahan dini seorang anak berusian kurang dari 16 tahun yang mempunyai banyak dampak buruk, hal ini tidak dianjurkan dalam undang-undang.

Dengan masih banyak nya peristiwa seperti ini yang perlu ada bantuan dari Lembaga seperti Unicef untuk membantu mereka (anak-anak) yang tidak mendapatkan hak yang layak bagi hidupnya, kemudian kita juga ikut serta membantu dan mensukseskan kinerja Unicef dalam program-programnya salah satunya dengan ikut serti menjadi Donatur Unicef.

Donasi yang diberikan akan sangat bermanfaat untuk keberlangsungan program dari Unicef untuk anak Indonesia yang membutuhkan bantuan. Diberikan juga bagaimana cara untuk berhenti donasi Unicef, sehingga kapan saja untuk stop dari Donatur bisa.

1 comment:

  1. Seminggu kemudian, orang tua teman saya mengeluarkan dia dari sekolah. Teman saya ingin tetap sekolah dan tak ingin kehilangan teman-temannya.
    visit Tel-U

    ReplyDelete

Powered by Blogger.